KARAKTERISTIK FISIOLOGIS SAPI KUANTAN DI DESA PEMBATANG KECAMATAN PANGEAN KABUPATEN KUANTAN SINGINGI
KARAKTERISTIK FISIOLOGIS SAPI KUANTAN DI DESA PEMBATANG KECAMATAN PANGEAN KABUPATEN KUANTAN SINGINGI
SKRIPSI
Oleh :
WISMA ABDI
130102131
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM KUANTAN SINGINGI
TELUK KUANTAN
2015
KARAKTERISTIK FISIOLOGIS SAPI KUANTAN DI DESA PEMBATANG KECAMATAN PANGEAN KABUPATEN KUANTAN SINGINGI
SKRIPSI
Oleh :
WISMA ABBDI
NPM: 130102131
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Peternakan
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM KUANTAN SINGINGI
TELUK KUANTAN
2015
KARAKTERISTIK FISIOLOGIS SAPI KUANTAN
DI DESA PEMBATANG KECAMATAN CERENTI
KABUPATEN KUANTAN SINGINGI
Wisma Abdi 1), Lis Darti Roza 2), Imelda Siska 2)
1)Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Islam
Kuantan Singingi (UNIKS), Teluk Kuantan.
2)Staf Pengajar Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Islam
Kuantan Singingi (UNIKS), Teluk Kuantan.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisiologis sapi kuantan di Desa Pembatang. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Agustus 2015 di Desa Pembatang Kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan Singingi. Penelitian menggunakan metode survei secara purposive sampling dimana sapi yang di ambil, sapi jantan, betina dan anak sapi masing – masing 5 ekor. Peubah yang diamati yaitu suhu tubuh, frekuensi pernafasan dan denyut nadi. Hasil penelitian menunjukkan Karakteristik fisiologis sapi kuantan di Desa Pembatang Kecamatan Pangean terdiri dari Suhu Tubuh sapi jantan: 38.610C - 39.030C. Sapi betina: 38.390C - 38.690C. Anak sapi: 39.530C - 39.920C. Frekuensi Pernafasan sapi jantan: 24.58 kali - 35.64 kali. Sapi betina: 23.28 kali - 34.55. Anak Sapi: 38.21 kali - 40.44 kali. Denyut Nadi sapi jantan: 62.77 kali - 69.25 kali. Sapi betina: 61.47kali - 65.96 kali. Anak sapi: 78.66 kali - 87.56 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu lingkungan maka semakin meningkat suhu tubuh, frekuensi pernafasan dan denyut nadi ternak sapi kuantan. Karakteristik fisiologis sapi kuantan sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan, umur, aktivitas dan jenis kelamin.
Kata Kunci: Karakteristik Fisiologis, Suhu Tubuh, Frekuensi Pernafasan, Denyut Nadi, dan Sapi Kuantan.
PENDAHULUAN
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman sumber daya genetik ternak lokal, salah satunya yaitu ternak sapi. Beberapa bangsa sapi lokal yang telah dikenal di Indonesia antara lain Sapi Aceh, Sapi Bali, Sapi Pesisir, Sapi Madura dan Sapi Ongole. Sifat-sifat unggul sapi lokal antara lain mampu beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas rendah dan sistem pemeliharaan ekstensif tradisional, serta tahan terhadap penyakit dan parasit.
Sapi pesisir merupakan sapi lokal yang berkembang di Sumatera Barat dan Riau. Meskipun ukuran tubuhnya kecil, persentase karkas sapi pesisir mencapai 50,6%, lebih tinggi dibanding persentase karkas sapi ongole (48,80%), sapi madura (47,20%), sapi PO (45%), dan kerbau (39,30%) (Saladin 1983). Kemampuan mengonversi pakan berserat menjadi daging membuat ternak ini berpotensi sebagai penghasil daging dan populer sebagai hewan kurban.
Provinsi Riau memiliki sapi lokal yang dikenal dengan nama Sapi Kuantan. Diberi nama sapi kuantan karena dibudidayakan secara semi ekstensif dan banyak terdapat di daerah aliran sungai kuantan. Keberadaan sapi kuantan ini diduga sudah ratusan tahun, dengan demikian sapi kuantan juga merupakan sumber daya genetik (plasma nutfah) seperti halnya sapi lokal lain yang dapat dikembangkan untuk peningkatan populasi sapi lokal indonesia.
Berdasarkan data Dinas Peternakan Dan kesehatan Provinsi Riau (2011), Kabupaten Kuantan Singingi merupakan salah satu kabupaten yang mempunyai potensi alam yang sang sangat mendukung dalam pengembangan dan pelestarian sapi kuantan. Kabupaten Kuantan Singingi termasuk kabupaten dengan sapi kuantan terbesar kedua di Provinsi Riau setelah Indragiri Hulu. Populasi sapi kuantan di Kuantan Singingi adalah 2386 ekor yang tersebar disetiap kecamatan.
Kecamatan Pangean adalah salah satu daerah yang memiliki populasi yang banyak sapi Kuantan. Pengembangan ternak sapi di Kecamatan Pangean khususnya di Desa Pembatang memiliki prospek yang cukup bagus. Beternak sapi Kuantan bagi warga desa Pembatang merupakan bagian kehidupan masyarakat yang telah menyatu secara sosial dan budaya. Selain itu peternak di Desa Pembatang memelihara Sapi Kuantan secara turun temurun dan telah menjadi sumber pendapatan alternative di samping sebagai penyadap karet atau petani tanaman pangan.
Hal ini disebabkan karena Sapi Kuantan mampu memanfaatkan pakan yang bermutu rendah untuk pertumbuhannya dan mempunyai daya adaptasi yang tinggi dengan lingkungan di Kabupaten Kuantan Singingi. Pertumbuhan sapi kuantan dipengaruhi oleh faktor genetik, lingkungan dan pakan yang diberikan. Kemampuan mengkonsumsi pakan dipengaruhi pula oleh status fisiologis ternak. Fisiologis ternak merupakan ilmu yang mempelajari proses normal dalam tubuh ternak dengan penekanan kepada proses atau fungsi organ tubuh.
Bila suhu lingkungan berada di atas atau di bawah untuk mempertahankan suhu tubuhnya ternak akan mengurangi atau meningkatkan laju metabolisme. Williamson dan Payne (1968) menjelaskan, pada sapi di daerah tropis yang dipelihara pada suhu lingkungan di atas 27°C mekanisme pengaturan panas aktif dan laju pernafasan dan penguapan meningkat. Faktor lingkungan merupakan yang paling berperan dalam menyebabkan stress fisiologis. Komponen lingkungan abiotik utama yang pengaruhnya nyata terhadap ternak adalah temperatur dan kelembaban (Yousef, 1984).
Temperatur lingkungan merupakan ukuran dari intensitas panas dalam unit standar dan biasanya diekspresikan dalam skala derajat Celsius. Secara umum, temperatur udara adalah faktor biokimia tunggal yang penting dalam lingkungan fisik ternak, supaya ternak dapat hidup nyaman dan proses fisiologis dapat berfungsi normal, dibutuhkan temperature lingkungann yang sesuai. Banyak ternak membutuhkan temperature yang nyaman 13 - 18 OC. Kelembaban merupakan faktor yang besar pengaruhnya terhadap kondisi ternak. kelembaban udara yang tinggi akan menyebabkan stress pada ternak sehingga suhu tubuh, respirasi dan denyut jantung meningkat, serta konsumsi pakan menurun, akhirnya menyebabkan produktivitas ternak rendah (Chantalakhana dan Skunmun, 2002).
Perbedaan suhu lingkungan akan berpengaruh pada suhu tubuh ternak sapi tersebut yang juga mengakibatkan adanya perbedaan fisiologis. Oleh karena itu penulis berminat untuk melakukan penelitian tentang “Karakteristik Fisiologis Sapi Kuantan di Desa Pembatang Kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan Singingi”.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai agustus 2015 di Desa Pembatang Kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan Singingi. Di laksanakan di Desa Pembatang dengan pertimbangan merupakan desa yang memiliki populasi ternak Sapi Kuantan paling banyak di Kecamatan Pangean.
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis, kamera digital, kandang jepit dan alat ukur berupa stop watch, stetoskop, thermometer suhu tubuh, thermometer suhu ruang. Sedangkan bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah 5 ekor anak sapi kuantan berumur kurang dari tahun kemudian sapi kuantan yang berumur 1,9 – 5 tahun di Desa Pembatang Kecamatan Pangean sebanyak 5 ekor jantan dan 5 ekor betina.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei dimana pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Sampel yang diambil yaitu sapi betina dan jantan yang telah berumur 1,9 - 5 tahun dan anak sapi yang berumur kurang dari 1 tahun di Desa Pembatang Kecamatan Pangean. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data primer berupa pengamatan langsung dilapangan. Sapi diukur kondisi fisiologisnya yaitu temperatur tubuh, respirasinya dan denyut nadi selama 5 hari.
1. Suhu Tubuh
Suhu tubuh ternak merupakan hasil keseimbangan antara produksi panas dan hilangnya panas dari tubuh ke lingkungan.
2. Frekuensi Pernapasan
Frekuensi pernafasan merupakan upaya ternak untuk mengurangi panas tubuh yang disebabkan oleh lingkungan.
3. Denyut Nadi
Denyut nadi merupakan denyutan arteri dari gelombang darah yang mengalir melalui pembuluh darah sebagai akibat dari denyutan jantung.
Prosedur dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Melakukan pendataan kelapangan untuk mengetahui jumlah dan keadaan ternak.
2. Melakukan observasi atau pengamatan kepada peternak bagi tempat yang dipilih untuk melakukan penelitian.
3. Penyeleksian ternak yang akan dijadikan sampel.
4. Pengambilan data yang di perlukan berupa suhu tubuh, denyut nadi dan frekuensi pernapasan. Waktu pengukuran suhu tubuh, frekuensi pernapasan dan denyut nadi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2.Jadwal Pengukuran Frekuensi Nafas dan Suhu Tubuh
Pengukuran
|
Keterangan
|
I.
|
Pagi Jam 07.00 saat masih di kandangkan
|
II.
|
Siang Jam 14.00 saat dipadang pengembalaan
|
III.
|
Sore jam 18.00 setela sapi kembali dikandangkan
|
a. Cara mengukur suhu tubuh yaitu dengan menggunakan termometer suhu tubuh, dengan cara menempatkan ternak dalam kandang jepit, handling sapi supaya tenang, kemudian memasukkan thermometer ke rektum selama 1 menit, pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali.
b. Cara mengukur frekuensi nafas yaitu siapkan peralatan pengukur waktu, stopwacth atau arloji, kemudian letakkan ternak pada posisi yang tenang di dalam kandang japit. Dengan posisi ternak diikat dengan tali, kemudian hitung frekuensi nafas melalui hembusan nafas didepan lubang hidung dengan telapak tangan, Hitung frekuensi nafas ternak setiap satu menitnya dan lakukan sebanyak 3 kali.
c. Cara mengukur denyut nadi yaitu memegang ternak yang masih berada dalam kandang jepit dengan tenang, tentukan bagian ternak yang dianggap mempunyai nadi besar dan denyutnya bisa diraba, yakni pada daerah pangkal ekor dan leher, atau bisa menggunakan stetoscop. Kemudian gunakan stopwacth, lalu raba bagian – bagian nadi, hitunglah denyut nadi setiap detiknya, pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali.
5. Setelah data didapat dan angka diperoleh, dilakukan analisis dan perhitungan.
3.6 Analisis Data
Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis dengan metode deskriptif. Data setiap pengukuran temperatur tubuh, denyut nadi dan respirasi dianalisis dengan mencari data terendah, data tertinggi, median dan rataan (X). Data ini dikelompokkan berdasarkan waktu pengukuran.
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif, dinyatakan dengan rata-rata, dan standar deviasi menurut Steel dan Torrie (1991) yaitu:
1. Rata-rata hitung :
X =
2. Standar deviasi :
Sd =
Keterangan :
S = Simpangan baku atau standar deviasi
= Pengamatan ke- i
= Pengamatan ke- i
X = Nilai rata-rata sampel
n = Jumlah / populasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Suhu Tubuh Sapi Kuantan
Suhu tubuh ternak merupakan hasil keseimbangan antara produksi panas dan hilangnya panas dari tubuh ke lingkungan. Rataan suhu tubuh ternak sapi kuantan jantan, betina dan pedet pada saat pengukuran pagi, siang dan sore hari di desa Pembatang Kecamtan Pangean Kabupaten Kuantan Singingi dapat dilihat pada Gambar (5).
Gambar 5: Rataan suhu tubuh sapi kuantan jantan, betina dan pedet.
Berdasarkan gambar grafik 5 menunjukan bahwa suhu tubuh sapi kuantan pada saat pengukuran pagi hari pada suhu lingkungan 25oC adalah 38.55oC untuk ternak sapi jantan, 38.38ºC pada ternak sapi betina dan 39.44oC anak sapi. Sedangkan pada saat siang hari suhu lingkungan 33.40ºC suhu tubuh meningkat baik pada ternak sapi jantan 39.03ºC, ternak sapi betina 38.69ºC dan 39.92oC pada anak sapi. Suhu tubuh ternak sapi kuantan akan kembali menurun pada sore hari dengan suhu lingkungan 28ºC, suhu tubuh ternak sapi jantan 38.63ºC, betina 38.41ºC dan anak sapi 39.63oC. Perubahan suhu tubuh ini disebabkan oleh suhu lingkungan, metabolisme, umur ternak, dan temperatur udara. Semakin tinggi suhu lingkungan maka suhu tubuh akan semakin meningkat.
Hasil pengukuran ini hampir sama dengan hasil penelitian (Djagara dan Agra, 1976) menemukan bahwa rataan suhu rektal sapi bali adalah 38.56 oC serta hasil penelitian Hattu (1988), menemukan bahwa suhu rektal normal sapi bali berkisar 37,54 – 38,6oC. Sedangkan hasil pengukuran ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian Sobang (2005) rataan suhu rektal sapi bali 37,68oC – 38,15oC. Namun dari hasil pengukuran ini hampir sama dengan penelitian Nawaan (2006) pada Sapi Pesisir yang dilakukan di tiga Kabupaten di Sumatera Barat, dimana hasil pengukuran suhu tubuh sapi Pesisir yaitu 38.53 0C.
Menurut (Williamson dan Payne, 1993), suhu sapi normal berkisar antara 38 °C – 39 °C. pendapat Santosa (2004) yang menyatakan bahwa kisaran suhu tubuh normal pada sapi dewasa adalah 37 oC sampai 39 oC. Menurut Sugeng (1998), suhu tubuh normal untuk anak sapi adalah 39,5 0C – 40 0C, sedangkan untuk sapi dewasa 38 0C – 39,5 0C. Suhu tubuh dipengaruhi oleh lingkungan, jenis kelamin dan kondisi ternak. Sugeng (1998) menjelaskan bahwa ternak mempunyai sistem pengaturan suhu tubuh untuk memelihara suhu tubuhnya dari pengaruh luar.
Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa suhu tubuh akan meningkat di siang hari seiring dengan meningkatnya suhu lingkungan, hal ini terjadi pada setiap ternak baik sapi jantan, betina maupun anak sapi dan akan kembali menurun di sore hari. Suhu tubuh sapi Kuantan jantan sedikit lebih tinggi dari sapi Kuantan betina, hal ini disebabkan oleh aktivitas sapi jantan lebih agresif dari sapi betina. Sapi jantan aktivitasnya lebih banyak bergerak dibandingkan sapi betina apalagi pada saat sapi jantan ingin kawin dan berusaha menaiki sapi betina yang ada di sekitarnya.
Keadaan normal suhu tubuh ternak sejenis dapat bervariasi karena adanya perbedaan umur, jenis kelamin, iklim, panjang hari, suhu lingkungan, aktivitas, pakan, aktivitas pencernaan dan jumlah air yang diminum. Perubahan suhu tubuh dapat menyebabkan perubahan fisiologis dan tingkah laku (Ewing et al., 1999). Suhu lingkungan dapat secara langsung berpengaruh pada tubuh ternak, suhu yang tinggi (panas) dapat menyebabkan cekaman panas yang kuat pada ternak dan akhirnya ternak menjadi stres, mengurangi aktifitas merumput (makan). Supaya ternak dapat hidup nyaman dan proses fisiologis dapat berfungsi normal, dibutuhkan temperatur lingkungan yang sesuai (Chantalakhana dan Skunmun,2002).
Menurut (McDowell, 1977) Suhu lingkungan optimal untuk ternak 130C – 180C dan 220c – 270c dengan kelembaban udara yang sedang maka akan menghasilkan daerah yang nyaman bagi kehidupan ternak. Suhu ini sesuai dengan kondisi lingkungan di Desa Pembatang yang berkisar antara 240C – 330C. Pelepasan udara pada tubuh ternak dapat dilakukan secara radiasi, konveksi, konduksi dan evaporasi.
Peningkatan suhu tubuh yang merupakan fungsi dari suhu rektal dan suhu kulit, akibat dari kenaikan suhu udara, akan meningkatkan aktifitas penguapan melalui keringat dan peningkatan jumlah panas yang dilepas persatuan luas permukaan tubuh. Demikian juga dengan naiknya frekuensi pernafasan akan meningkatkan jumlah panas persatuan waktu yang dilepaskan melalui saluran pernafasan. Proses metabolisme didalam tubuh dikendalikan oleh sistem syaraf, endokrin dan enzimatis memberikan respon meningkatkan atau menurunkan lajunya menghadapi suhu lingkungan yang dingin atau panas (Rahardja, 2010).
Frekuensi Pernafasan Sapi Kuantan
Frekuensi pernafasan merupakan upaya ternak untuk mengurangi panas tubuh yang disebabkan oleh lingkungan. Rataan respirasi (pernapasan) ternak sapi kuantan jantan, betina dan pedet pada saat pengukuran pagi, siang dan sore hari di Desa Pembatang Kecamatan Pengean Kabupaten Kuantan Singingi dapat dilihat pada Gambar (6).
Gambar 6: Rataan respirasi sapi kuantan jantan, betina dan pedet.
Pada gambar 6 menunjukan bahwa frekuensi pernafasan sapi jantan, betina dan anak sapi meningkat pada siang hari dengan suhu lingkungan 33.40 oC yaitu 35.64 kali per menit sapi jantan, 34.55 kali per menit sapi betina dan 40.44 kali per menit pada anak sapi. Pada suhu lingkungan pagi hari 25 oC dan sore hari 28 oC kembali turun yaitu pagi 23.71 jantan, 22.77 betina, 37.03 anak sapi dan sore 25.45 jantan, 23.79 betina, 38.39 anak sapi. Hasil pengukuran hampir sama dengan penelitian Sobang (2005), memperoleh rataan frekuensi pernafasan sapi bali 24,45 kali per menit. Rata – rata frekuensi pernafasan Sapi Kuantan dewasa di Desa Pembatang Kecamatan Pangean yaitu 23 – 35 kali per menit dan anak sapi yaitu 38 – 41 kali per menit. Pada saat penelitian dilakukan sapi berada dalam keadaan beristirahat di bawah perkebunan kelapa sawit yang menyebabkan hasil pengukuran ini berbeda dengan penelitian Nawaan (2006), pada Sapi Pesisir yang dilakukan di tiga Kabupaten di Sumatera Barat, dimana hasil pengukuran frekuensi pernafasan sapi Pesisir yaitu 53.08 kali per menit. Frekuensi pernafasan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah ukuran tubuh, umur, aktifitas fisik, kegelisahan, suhu lingkungan, kebuntingan, gangguan saluran pencernaan, kondisi kesehatan ternak dan posisi ternak (Kelly, 1984).
Bersamaan dg peningkatan suhu lingkungan, reaksi pertama ternak dalam menghadapi keadaan adalah dengan panting (terengah-engah) dan sweting (berkeringat berlabihan) Ma’sum dan Mariyono, (1992) menyatakan bahwa jumlah kelenjar keringat yang relatif lebih sedikit, sehingga untuk mengimbangi pengaturan panas tubuh dilakukan melalui frekuensi pernafasan. Tingginya frekuensi pernafasan merupakan salah satu mekanisme pelepasan beban panas yang diproduksi tubuh dengan proses penguapan (Yousef, 1985).
Kelly (1984), menyatakan bahwa kisaran frekuensi pernapasan sapi dewasa masing-masing 15 – 40 kali per manit, semakin tua umur ternak frekuensi pernafasannya semakin berkurang. Frekuensi pernafasan bertambah dengan meningkatnya suhu lingkungan dan dapat mencapai 40 kali per menit dalam suhu lingkungan yang tinggi. Peningkatan frekuensi laju pernafasan terjadi karena adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh jaringan-jaringan tubuh. Semakin tinggi suhu lingkungan maka frekuensi pernafasan akan semakin meningkat (Fahimuddin, 1975).
Denyut Nadi Sapi Kuantan
Frekuensi denyut nadi adalah banyaknya denyut jantung dalam satu menit. Rataan denyut nadi ternak sapi kuantan jantan , betina dan pedet pada saat pagi, siang dan sore hari di Desa Pembatang Kecamatan Pangean Kabupaten Kuantan singingi dapat dilihat pada Gambar 7.
Dari gambar 7 dapat dilihat bahwa rataan denyut nadi ternak sapi jantan, betina dan pedet pada pengukuran siang hari meningkat dibandingkan dengan pengukuran pada pagi dan sore hari. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data hasil pengukuran denyut nadi pada sapi jantan pada siang hari sebesar 69.25 kali per menit, betina sebesar 65.96 kali per menit dan anak sapi sebesar 87.17 kali per menit.
Hasil pengukuran ini berbeda dengan penelitian (Sobang, 2005) pada Sapi bali dimana hasil pengukuran Denyut Nadi sapi bali yaitu 54.45 kali per menit. Sedangkan hasil pengukuran ini hampir sama dengan penelitian Nawaan (2006) pada Sapi Pesisir yang dilakukan di tiga Kabupaten di Sumatera Barat, dimana hasil pengukuran denyut nadi sapi Pesisir yaitu 71.56 kali per menit. Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa Denyut Nadi akan meningkat di siang hari seiring dengan meningkatnya suhu lingkungan. Hal ini terjadi pada setiap ternak baik sapi jantan, betina maupun anak sapi dan akan kembali menurun di sore hari.
Rata – rata denyut nadi Sapi Kuantan dewasa di Desa Pembatang Kecamatan Pangean yaitu 61 – 70 kali per menit dan pada anak sapi yaitu 78 – 87 kali per menit. Hal ini berhubungan dengan faktor bahwa semakin kecil ukuran ternak, laju metabolisme per unit berat badannya semakin tinggi (Duk’s, 1995). Ternak yang memiliki tubuh lebih kecil, denyut nadinya lebih besar dari pada ternak yang mempunyai ukuran tubuh besar (Frandson, 1992). Ternak yang sakit atau stres akan meningkat denyut nadinya untuk sementara waktu (Subroto, 1985).
Menurut Duke’s (1995), kisaran normal denyut nadi sapi adalah sekitar 60 hingga 70 kali per menit. Menuarut Kelly (1984), denyut jantung normal pada sapi dewasa dan anak sapi masing – masing berkisar antar 50 – 80 dan 90 – 120 denyut per menit. Berdasarkan perbandingan hasil pengamatan dengan kisaran normal maka dapat dikatakan bahwa pulsus sapi jantan dan betina sesuai kisaran normal. Menurut Frandson (1992), pulsus dipengaruhi berbagai faktor misalnya kondisi temperatur lingkungan pada saat dilakukan pengamatan. Selain itu secara umum denyut jantung yang normal cenderung lebih besar pada hewan – hewan kecil dan kemudian semakin lambat dengan semakin besarnya ukuran.
Faktor – faktor yang mempengaruhi kecepatan denyut nadi adalah umur, spesies, kelamin, kondisi ternak, aktivitas dan suhu lingkungan (Akoso, 1996). Semakin tinggi aktivitas yang dilakukan ternak semakin cepat denyut nadinya. Peningkatan frekuensi denyut nadi disebut tachycardia dan penurunan frekuensi denyut nadi disebut bradycardia (Akoso et al., 1991). Peningkatan denyut nadi merupakan respon dari tubuh ternak untuk menyebarkan panas yang diterima ke dalam organ-organ yang lebih dingin (Anderson, 1983). Kenaikan denyut nadi berfungsi untuk mengalirkan darah ke tepi kulit agar keseimbangan panas tubuh dapat terjaga (Isroli et al., 2004). Hafez (1968) menambahkan bahwa peningkatan denyut nadi adalah salah satu upaya dari sapi untuk membuang tambahan panas yang ada didalam tubuhnya melalui media cairan darah ke bagian perifer tubuh untuk dibuang keluar tubuh.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
fisiologis sapi kuantan di Desa Pembatang Kecamatan Pangean tidak sama bahwa semakin tinggi suhu lingkungan maka semakin meningkat suhu tubuh, frekuensi pernafasan dan denyut nadi ternak sapi kuantan. Perbedaan fisiologis tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu lingkungan, umur, jenis kelamin, aktivitas dan kondisi ternak.
Saran
Penelitian selanjutnya penulis menyarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan perlakuan dan pengukuran parameter yang berbeda serta jumlah sampel yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2002. Pengembangan Sapi Potong. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Akoso, B.T., G. Tjahyowati, dan S. Pangastoeti. 1991. Manual untuk Paramedis Kesehatan Hewan. Food and Agriculture Organizatio of The United Nations Rome. Edisi kedua. Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta.
Akoso, T.B. 1996. Kesehatan Sapi. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Anderson, B.E.1983. temperaturebRegulation and Environmental Physiology. In: duke’s Physiology of Domestik Animal. 10th ed. M.J. Swenson (Ed). Cornel Univ. Press.P.791-726.
Anwar, S. 2004. Daya tahan panas pada sapi peranakan simmental, peranakan Ongole dan sapi Pesisir. Jurnal Peternakan Indonesia. Universitas Andalas, Padang. Vol. 02 No. 02 : 158-167.
Azmi. Sudono, A. dan Setiadi. 2001. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Badan Pusat Statistik 2011. Kuantan Singingi dalamAngka 2011. Riau.
Badan Pusat Statistik 2014. Kuantan Singingi dalamAngka 2014. Riau.
Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. 2014. Riau dalam Angka 2014. Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. Pekanbaru
Bandini, Y. 1999. Sapi Bali. Penebar Swadaya. Jakarta.
Chatalakhana, CH. dan P. Skunmun, 2002. Sustainable Smallholder Animal System in the Tropics. Kasetsart University Press,Bangkok.
Cunningham JG. 2002. Veterinary Physiology. Philadeplhia London: saunders Campany.
Duke’s. 1995. Physiologi of Domestic Animal Comstock Publishing. New York University Collage. Camel.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau 2011. Statistik Peternakan Provinsi Riau. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau,Pekanbaru
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau 2011. Laporan tahunan Dinas Peternakan Provinsi Riau. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan.Provinsi Riau.
Ditjen Bina Produks Peternakan. 2002. Buku Statistik Peternakan Tahun 2002. Direktorat Jendral Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Djagra, I.B. dan Agra, W. 1976. Resprasion Rate of Bali Cattle. Journal : Buletin Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan Universitas Udayana, Edisi 59.
Duke’s. 1995. Physiologi of Domestic Animal Comstock Publishing. New York University Collage. Camel.
Dowell, MC. 1970. “Behavior of Dairy Cows Kept in Extensive (loose housing/pasture) or Intensive (tie stall) Environments:III) grooming, Exploration and Abnormal Behavior.” Applied Animal Behavior Science.
Ewing. 1999 .Pemeliharaan, pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan dan Daerah Tropis, Universitas Indonesia, Jakarta.
Fahimuddin, M. 1975. Domestic Water Buffalo.GulabPirmlai, Oxford and IBH Publishing Co., New Delhi. Pp. 1,59-63, 79-91.
Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University. Yokyakarta.
Hattu, G. H. C. 1988. Daya Tahan Panas Sapi Bali di Besipae. Kabupaten Timor Tengah Selatan. Laporan Penelitian Undana. Kupang.
Heath, E. and S. Olusanya. 1985. Anatomy and physiology of Tropical Livestock. Longman Scientific and Technical. England.
Hafez, E.S.E. 1968. Adaptation of Domestic Animals. Lea and Febiger, Philadelphia.
Isroli, S. A. B. Santoso dan N. Haryati. 2004. Respons Termoregulasi dan kadar urea darah domba Garut betina dewasa yang dipelihara di dataran tinggi terhadap pencukuran wool. Pengembangan Peternakan Tropis. 2:110 – 114.
Kelly, James dan David H. Bade. 1974. “Ilmu Peternakan edisi IV”. Yogyakarta Gadjah Mada University Press.
Kelly, W. R. 1984. Veterinary Clinical Diagnosis. Third Edison. Bailliere Tindall, London.
Kurniawan, Partodihardjo, S. dan S. Djoyo sudarmo. 2004. Populasi Sapi Semakin Menurun. Manajemen dan Teknologi. Budidaya Ternak Ruminansia. Edisi I th 2010.http pi//www. dt jens Nak.go.id/bulletin. Diakses pada hari Senin Tanggal 2 Maret 2015 Jam 10:00 Wib.
Lemcke, B. 2008. Beet selft-suffiency program. Abstrak makalah. Semikako nasional V sapi ongol, lebak banten-,2-4 november 2010.
Mariyono, A.D et al,.1993. Eksistensi Sapi Perah Induk Berkemampuan Produksi Tinggi dalam usaha Peternakan Rakyat. Jurnal Ilmiah Penelitian Ternak jurnal Balas Penelitian Ternak Grati vol 3 hal 2 Sub Balai Penelitian Grati. Departemen Pertanian Pasuruan.
Ma’sum, D. dan A. Mariyono.1992. Pengaruh Pemberian Beberapa Macam Atap Kandang Terhadap Status Faaali da Pertumbuhan Sapi Perah Dara. Jurnal Ilmiah Penelitian Grati vol. 3 No 1. Sub Balai Penelitian ternak Grati. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Pasuruan.
Nawaan, S. 2006. Daya Tahan Panas pada Sapi Peranakan Simmental Peranakan Ongole dan Sapi Pesisir. UNAND. Padang.
Rahardja, D.P. 2010. llmulingkunganTernak. JurusanProduksiTernak, FakultasPeternakan, UniversitasHasanuddin, Makassar.
Rosenberger G. 1979. Clinical Examination of Cattle. Berlin dan Hamburg: Verlag Paul Parley
Saladin, R. 1983. Penampilan Sifat-sifat Produksi dan Reproduksi Sapi Lokal Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat. Disertasi. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Santosa, Bambang Agus. 2004. Buku Petunjuk Praktikum Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang
Sariubang, M. dan S. N. Tambing. 2000. Analisa pola usaha pembibitan sapi Bali yang dipelihara secara ekstensif dan semi ekstensif. Instalasi Penelitian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Schoenim, K. 2005. Animal Physiology Fifth Edition. Cambidge University Press: Australia.
Schmict, K., and Neilsen. 1997. Animal Phisology 5th edition. Cambridge University Press
Setiadi. Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia. 2003. http://peternakan setiadi.blogspot.com/2003/06/sistem-pencernaan-ternakruminansia.html. Diakses pada hari Selasa Tanggal 3 Maret 2015 jam 13:00 WIB.
Sobang, Y.U.L, 2005. Kinerja Fisiologis Sapi Bali Penggemukan Yang Diberi Pakan Kosentrat Berbasis Pakan Lokal. Laporan Hasil Penelitian, Fakultas Peternakan Unadan, Kupang.
Subroto. 1985. Ilmu Penyakit Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sugeng, B. 1996. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Smith dan Mangkoewidjojo, 1987. Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Percobaan dan Daerah Tropis, Universitas Indonesia, Jakarta
Utoyo, B.N. 2011. Keragaman Fenotifik Kualitatif Sapi Katingan. Repository.ipb.ac.id/bistream/handle/12345678/5144/2011bnu Pembahasan II.pdf?sequence. Diakses pada hari Senin Tanggal 3 Maret 2015 Jam 10:00 Wib.
Prawiradiputra, Bambang R, Sajimin, Nurhayati, D. Purwantari dan Iwan H. 2005. Hijauan pakan ternak di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Purwanto, Bagus. 2004. Biometerologi Ternak. (http//www.gfm-ipb.net/kuliah/biomet/biometerologi Ternak.htm.). Diakses tanggal 21 April 2013
Williamson, G, W, J, A. Payne. 1978. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.DEPDIKBUD. Jakarta
Winaya, A. 2010. Variasi genetik dan hubungan filogenetik populasi sapi local Indonesia berdasarkan penciri molekuler DNA mikrosatelit kromosom Y dan gen cytochrome b. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yousef, M.K. 1984. Measurement of heat production and heat loss. In: stress Physiology in Livestock. Vol. I Basic Principles. You sef, A.K. (Ed). CRS Press Inc. Boca Raton Florida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar