LAPORAN KEGIATAN MAGANG MAHASISWA
PADA UNIT PELAKSANAAN TEKNIS
BALAI PEMBIBITAN DAN PELATIHAN
TERNAK RUMINANSIA
DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
KABUPATEN KAMPAR
Oleh :
WISMA ABDI
130102131
PROGRAM
STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
ISLAM KUANTAN SINGINGI
TELUK
KUANTAN
2014
LAPORAN KEGIATAN MAGANG
UNIT PELAKSANAAN
TEKNIS
BALAI PEMBIBITAN
DAN PELATIHAN TERNAK RUMINANSIA
DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
DI DESA KUAPAN KECAMATAN TAMBANG
KABUPATEN
KAMPAR
Oleh :
WISMA ABDI
NPM : 130102131
Menyetujui :
Dosen Pembimbing Pimpinan UPT
Ir. Lis Darti Roza, M.Si H.
MARJANIS
NIDN: 1009106301 NIP.
196710301989031001
MENGETAHUI:
Ketua Program Studi Peternakan
Ir. Lis Darti Roza, M. Si
NIDN. 1009106301
LAPORAN KEGIATAN MAGANG MAHASISWA
UNIT PELAKSANAAN TEKNIS
BALAI PEMBIBITAN DAN PELATIHAN
TERNAK RUMINANSIA
DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN
DI DESA KUAPAN KECAMATAN
TAMBANG
KABUPATEN KAMPAR
Oleh :
WISMA ABBDI
130102131
PROGRAM
STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
ISLAM KUANTAN SINGINGI
TELUK
KUANTAN
2014
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillah
penulis ucapkan kehadirat Allah
SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan
penulisan laporan magang pada Unit
Pelaksanaan Teknis Balai Pembibitan dan Pelatihan Ternak Ruminansia Dinas Peternakan
dan Kesehatan Hewan Di Desa Kuapan Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar.
Kegiatan magang ini merupakan salah satu
Mata Kuliah Wajib semester VII pada Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian
Universitas Islam Kuantan Singingi Teluk Kuantan, Riau.
Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terimakasih kepada
Ibu Ir. Lis Darti Roza, Msi sebagai pembimbing kegiatan magang yang telah
banyak membantu, memberikan arahan dan bimbingan dalam kegiatan magang sampai
pembuatan laporan ini, Ucapan terimakasih juga kepada Bapak Pimpinan UPT Balai
Pembibitan Peternakan beserta jajarannya
yang telah membantu dan membimbing kami di lokasi selama kegiatan magang
berlangsung.
Penulis
menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena
ituu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca
yang berguna untuk kesempurnaan pada masa yang akan datang. Semoga laporan ini
bermanfaat bagi kita semua.
Teluk Kuantan, September
2014
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
KATA
PENGANTAR............................................................................... i
DAFTAR
ISI ............................................................................................. ii
DAFTAR
TABEL...................................................................................... iii
DAFTAR
GAMBAR................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN….........................................................................
v
I.
PENDAHULUAN........................................................................... 1
1.1 Latar
Belakang ........................................................................... 1
1.2 Tujuan Magang
........................................................................... 2
1.3 Manfaat Magang......................................................................... 2
II.
GAMBARAN UMUM..................................................................... 3
2.1 Geografi...................................................................................... 3
2.2 Sejarah Berdirinya UPT Balai Pembibitan dan Pelatihan
Ternak Ruminansia
Dinas Peternakan dan Kesehatan
Kabupaten Kampar ..........................................
4
2.3 Bidang Usaha.............................................................................. 6
2.4 Sarana dan Prasarana...................................................................
7
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................
10
3.1 Bangsa Sapi Perah
...................................................................... 10
3.2 Pemeliharaan Sapi Perah serta Produksi di UPT Kampar……...
11
3.3 Manajemen Pemeliharaan ........................................................... 12
3.4 Manajemen Pemerahan................................................................ 15
3.5 Manajemen Perkandangan.......................................................... 16
3.6 Manajemen Reproduksi...............................................................
17
3.7 Recording.................................................................................... 20
3.8 Penanganan Penyakit.................................................................. 20
IV. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................
21
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 22
DAFTAR
GAMBAR
Gambar Halaman
1. Peta Kabupaten Kammpar ........................................................................ 3
2. Struktur Organisai UPT Balai Pembibitan dan
Kesehatan Ternak Ruminansia Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan...................................................................................................... 6
3. Sapi Perah Yang Di Pelihara UPT kampar ...........................................
10
4. Kandang Induk yang Sedang Laktasi........................................................ 13
DAFTAR
LAMPIRAN
Halaman
1. Daftar Kegiatan Harian Program Mahasiswa........................................
2. Dokumentasi………..............................................................................
3. Foto Kopi Sertipikat……………..........................................................
4. Biodata Mahasiswa Magang…………………………………………
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sapi perah merupakan
salah satu jenis ternak penghasil bahan
makanan berupa susu yang memiliki nilai gizi yang tinggi dan secara ekonomis
sangat penting artinya dalam kehidupan masyarakat. Ketersediaan dan permintaan
susu di Indonesia terjadi kesenjangan yang cukup besar, dimana jumlah yang
tersedia jauh lebih rendah dari pada
permintaan atau kebutuhan manusia. Susu penting artinya bagi menunjang
kesehatan generasi bangsa terlebih anak-anak. Susu yang lebih banyak dikonsumsi
ialah susu yang dihasilkan dari sapi kendati susu juga dihasilkan oleh ternak
lain seperti kuda, kambing dan kerbau. Pemeiharaan sapi perah sebagai penghasil
susu masih sangat sedikit disbandingkan dengan jumlah susu yang dikonsumsi oleh
masyarakat sehingga untuk memenuhi permintaan akan susu pemerintah melakukan
kebijakan dengan melakukan pengimporan susu.
Pada umumnya sapi perah
yang dipelihara di Indonesia berjenis FH (Fries
Holand) dan PFH (Peranakan Fries Holand). Sapi FH berasal dari
Eropa yang memiliki lingkungan hidup dengan temperature <220C.
Oleh sebab itu usaha ternak sapi perah di Indonesia ditemukan pada
daerah-daerah tertentu yang berhawa dingin.
Penyebaran ternak sapi
perah di Indonesia belum begitu merata, ada beberapa daerah yang sangat padat,
ada yang sedang tapi ada yang sangat jarang atau terbatas populasinya.
Penyebaran usaha sapi perah juga mengikuti daerah jalur konsumen.
Memmelihara ternak sapi
perah pada prinsipnya adalah memanfaatkan biologis ternak melalui rekayasa
berbagai factor produksi untuk mendapatkan efisiensi pertumbuhan yang optimal.
Factor produksi yang sangat utamadiperhatikan ialah pakan, tatalakasana
pemeliharaan, kesehatan, kualitas bakalan, perkandangan, pengolahan paska
produksi dan pemasaran sehingga akan menghasilkan produktifitas yang baik pula.
Pada ternak sapi bagian besar pakan merupakan bahan berserat, dimana nilai
kecernaan sangat tergantung pada aktivitas mikroorganisme rumen. Pada pakan
yang berkualitas rendah terutama yang memiliki serat kasar tinggi dengan kadar
protein yang rendah akan menyebabkan produktivitas ternak tidak optimal. Untuk
memperoleh produktivitas yang lebih tinggi diperlukan teknologi yang dapat
menyeimbangkan pakan sumber energi dan pakan sumber protein.
Menurut Mukhtar (2006)
komposisi dan produksi susu sapi yang dipengaruhi oleh factor genetic dan
lingkungan. Factor genetic yang mempengaruhi meliputi bangsa, individu,
keturunan, lama bunting dan ukuran badan sedangkan factor lingkungan yang
memepengaruhi adalah pakan, musim, lama pengeringan, pemerahan, perawatan dan perlakuan,
penyakit dan obat-obatan.
Ternak sapi perah di
Kabupaten Kampar dapat ditemukan di UPT Balai Pembibitan dan Pelatihan Ternak
Ruminansia Dinas Peternakan dan Kesehtan Hewan Kabupaten Kampar dengan jumlah
produksi ternak 63 ekor yang terdiri atas 34 ekor yang sedang laktasi, 6 ekor
yang sedang bunting, 8 ekor pejantan, 11 ekor dara, dan 4 ekor pedet. Produksi
susu sapi FH di UPT ini masih rendah dibandingkan kemampuan genetik yang
dimilikinya.
Berdasarkan uraian
diatas penulis memandang perlu untuk melakukan magang di UPT desa Kuapan untuk
mengetahui kondisi peternakan dan mekanisme kerjanya serta produktifitas ternak
sesuai atau tidak dengan kondisinyan.
1.2 Tujuan Magang
Magang ini bertujuan untuk mengetahui factor-faktor
yang mempengaruhi produksi susu di UPT Balai Pembibitan dan Pelatihan Ternak
Ruminansia Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Kampar dan bagaimana
penerapan manajemen pemeliharaan sapi perah pada keadaan nyata mulai dari
system perkandangan, pakan, penyakit, pemerahan, dan pengolahan susu.
1.3
Mamfaat
Magang
Mamfaat
dari hasil magang ini adalah diharapkan mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmu
dan keterampilan pada keadaan nyata di lapangan atau dunia kerja sehingga
mahasiswa lebih terampil dalam bidang peternakan khususnya mengenai system
manajemen pemeliharaan ternak sapi perah.
II.
GAMBARAN
UMUM
2.1 Geografi
Secara
geografi Kabupaten Kampar dengan luas lebih kurang 10.928,20 km² merupakan
daerah yang terletak antara 1°00’40” Lintang Utara sampai 0°27’00” Lintang
Selatan dan 100°28’30” – 101°14’30” Bujur Timur.
Gambar1. Peta Kabupaten Kampar
Kabupaten ini berbatasan dengan
daerah-daerah sebagai berikut:
·
Sebelah Utara berbatasan dengan
Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Bengkalis
·
Sebelah Selatan berbatasan dengan
Kabupaten Kuantan Singingi
·
Sebelah Barat berbatasan dengan
Kabupaten Lima Puluh Kota (Provinsi Sumatra Barat)
·
Sebelah Timur berbatasan dengan Kota
Pekanbaru, Kabupaten Siak dan Kabupaten Pelalawan
Secara administrasi,
Kabupaten Kampar dibagi kedalam 20 Kecamatan dengan jumlah penduduk +
688.204 jiwa dan rata-rata kepadatan penduduk adalah 50,78 jiwa per km2.
Sebagian besar penduduk (67.22%) bekerja di sektor pertanian, perkebunan,
kehutanan, dan hanyan sebagian kecil (0.22%) yang bekrja di sector Listrik, Gas
dan Air Bersih.
Kabupaten Kampar
dilalui oleh dua buah sungai besar dan beberapa sungai kecil, di antaranya Sungai
Kampar yang panjangnya ± 413,5 km dengan kedalaman
rata-rata 7,7 m dan lebar rata-rata 143 meter. Seluruh bagian sungai ini
termasuk dalam Kabupaten Kampar yang meliputi Kecamatan XIII Koto Kampar, Bangkinang,
Bangkinang Barat, Kampar, Siak Hulu, dan Kampar Kiri. Kemudian Sungai
Siak
bagian hulu yakni panjangnya ± 90 km dengan kedalaman rata-rata 8 – 12 m
yang melintasi kecamatan Tapung. Sungai-sungai besar yang terdapat di Kabupaten
Kampar ini sebagian masih berfungsi baik sebagai sarana perhubungan, sumber air
bersih, budi daya ikan, maupun sebagai sumber energi listrik (PLTA
Koto Panjang).
Kabupaten
Kampar pada umumnya beriklim tropis, suhu minimum terjadi pada bulan November
dan Desember yaitu sebesar 21 °C. Suhu maksimum terjadi pada Juli dengan
temperatur 35 °C, kelembabannya berkisar antara 50-98% dan curah hujan
rata-rata per tahun 95.90%.
2.2 Sejarah Berdirinya UPT Balai Pembibitan dan Pelatihan Ternak
Ruminansia Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Peternakan Dinas Peternakan Kabupaten Kampar
Kabupaten Kampar merupakan salah satu Kabupaten yang
ada di Propinsi Riau dengan potensi yang cukup besar dan potensial dijadikan
sebagai daerah sumber bahan pakan ternak ruminansia. Bahan tersebut antara lain
berupa limbah industry (kulit nanas), limbah pengolahan kelapa sawit, limbah
pertanian seperti jerami padi dan limbah perkebunan seperti pelepah kelapa
sawit. Potensi ini sangat relevan untuk memeproduksi daging sapi dan susu segar
dengan mengembangkan agribisnis sapi potong dan sapi perah (Aninomous, 2006).
Awal berdirinya UPT ini adalah dengan diawali kerja
sama antara Balitbangda (Balai Penelitian dan Pengembangan Daerah) Kabupaten
Kampar yang dimilai sejak tahun 2003. Pada tahun 2006 kegiatan pengkajian ditingkatkan
dan difokuskan pada pengembangan sapi perah untuk menghasilkan susu segar dan
pedet jantan yang dilahirkan untuk menghasilkan daging.
Adapun bibit awal sapi yang dipelihara di UPT ada dua jenis yaitu ternak sapi perah dan sapi
potong. Untuk jenis sapi perah yang dipelihara adalah jenis FH (Fries Holand).
Sapi ini didatangkan pada akhir bulan November 2005 dari daerah sumedang jawa
barat sebanyak 25 ekor yang kesemuanya adalah ternak betina. Untuk pengembangan
lebih lanjut pada Desember 2008 jumlah
sapi ditambah lagi sebanyak 12 ekor yang terdiri dari 10 ekor sapi betina dan 2
ekor sapi pejantan.
Untuk mengoptimalkan produksi susu maka sapi perah
yang dipelihara di UPT diberikan pakan tambahan berupa ampas tahu, dedak dan
bekatul kelapa. Jumlah pakan konsentrat yang diberikan ialah sebanyak 6
kg/ekor/hari dalam bentuk bahan kering. Pengamatan langsung dilapangan
menunjukkan bahwa sarana produksi peternakan (sarponak) sapi perah belum
memadai. Produksi susu yang masih rendah berkisar antara 6-7 liter perhari.
Produksi ini dibandingkam dengan produksi susu ddi jawa daerah Jawa Barat dan
Sumatra Barat yaitu berkisar 8-9 liter perhari.
Jumalah
tenaga kerja yang mengelola perternakan sapi perah di UPT Balai Pembibitan dan
Pelatihan Ternak Ruminansia Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten
Kampar adalah 13 orang yang terdiri dari 1 orang staf manager, 1 orang staf
teknik dan 9 orang tenaga lapangan. Adapun bentuk struktur organisasi UPT
secara umum dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
Kepala
Dinas Peternakan Kabupaten Kampar
|
KA
UPT Pembibitan
|
Kasubak Tata Usaha
|
UPT
Pembibitan Ternak Unggas
|
UPT
Pembibitan Ternak Ruminansia Kecil
|
UPT
Pembibitan Ternak Ruminansia Besar
|
Staf
Teknik Ternak Unggas
|
Staf
Teknik Ternak Kecil
|
Staf
Teknis Ternak Besar
|
Pekerja
Lapangan
|
Pekerja
Lapangan
|
Pekerja
Lapangan
|
Gambar
2. Struktur Organisasi UPT Balia Pembibitan dan Pelatihan Ternak Ruminansia
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Kampar.
Berdasarkan Surat Edaran Keputusan
Bupati Kampar No : 35 Pasal 3 Tahun 2003, tugas pokok UPT antara lain :
1) Melaksanakan
pembibitan dan pengembangan hijauan pakan ternak serta meningkatkan kualitas makanan
ternak dilingkungan UPT.
2) Melaksanakan
pembibibtan dan pemuliabiakan ternak besar, kecil dan unggas;
3) Melaksanakan
produksi semen cair dan beku serta beberapa tugas penting yang berkaitan dengan
kelancaran pelaksanaan kegiatan di UPT.
2.3 Bidang Usaha
Adapun bidang
usaha yang dilakukan oleh UPT ialah mengelolah usaha perternakan sapi perah dan
sapi potong dengan sisitem Diary-Beef yaitu
menghasilkan susu segar dan sapi bakalan secara bersama. Selain itu UPT juga
tengah melakukan riset untuk menghasilkan semen beku yang nantinya akan
disebarkan kepada masyarakat.
2.4 Sarana
dan Prasarana
Untuk
menunjang dan memperlancar kerja di UPT maka disediakan beberapa fasilitas baik
itu sarana maupun prasarana sehingga alur proses pemeliharaan menjadi lebih
mudah.
a. Kandang
Kandang yang
digunakan dalam pemeliharaan sapi perah ini adalah kandang yang berukuran 2.5x
3 meter untuk dua ekor sapi perah. Atap kandang terbuat dari seng. Ketinggian
atap sekitar 4,8 meter agar sirkulasi udara berjalan dengan baik, dinding
kandang terbuat dari semen sekitar 1.5 meter, sedangkan bagian atasnya terbuka.
Fungsinya mencegah agar terpaan angin
tidak langsung mengenai sapi. Sementara itu bagian yang terbuka berfungsi untuk
memperlancar sirkulasi udara.
b.
Atap Kandang
Atap kandang
berfungsi untuk melindungi ternak dari panas matahari dan curah hujan.
Kontruksi dan bahan yang dipasang sebagai atap perlu dipilih dari jenis yang
ringan, tahan panas, tidak menyerap panas, tidak bocor, dan tahan terhadap
curah hujan yang lebat, atap yang digunakan pada kandang sapi perah tersebut
menggunakan atap seng dengan tingkat kemiringan 45o.
c.
Dinding
Kandang
Penggunaan dinding
kandang berfungsi agar ternak berada selalu di dalam kandang ddan terhindar
dari gangguan luar. Dinding tersebut dari beton dan di cat dengan warna putih.
d.
Lantai
Kandang
Lantai kandang
terbuat dari semen dan pada sudut lantai terdapat kemiringan sekitar 20o
untuk memudahkan dalam pembersihan kandang
e.
Tempat Pakan
dan Minum
Tempat makan dan
minum terpisah antara tempat rumput dan air yang selalu tersedia. Dibuat lebih
tinggi dari lantai agar pakan yang diberikan tidak terinjak-injak atau
bercampur dengan kotoran.
f.
Saluran
Pembuangan Kotoran
Lebar jalan pada
bagian tengah kandang adalah 1 meter. Dibagian pinggir masing- masing kandang
terdapat dua buah saluran pembuangan kotoran dengan ukuran 30 cm. fungsinya,
untuk mengalirkan kotoran dan urine sapi kesaluran pembuangan urine dan
kotoran.
g.
Kandang
Anakan
Usaha peternkan sapi
perah biasa menghasilkan susu karena induknya telah melahirkan. Agar susunya
bisa diperah, anakan sapi harus dipisahkan dari induknya. Karena itu dibutuhkan
kandang anakan. Tempat makan dan minum anak sapi di buat pada bagian depan
kandang. Posisi tempat pakan dsesuaikan dengan tinggi kepala dan leher anak
sapi.
h.
Peralatan Memerah
Susu
Agar pemerahan susu
berjalan dengan baik dan kualitas susu yang dihasilkan bisa terjaga diperlukan
peralatan sebagai berikut:
1. Ember
Susu
Ember susu digunakan
sebagai wadah penampung susu yang diperah secara manual. Terbuat dari bahan
anti karat, seperti Stainless atau alumunium karena tahan karat dan mudah untuk
dibersihkan. Ember yang karatan mempengaruhi kualitas susu yang ditampung.
2. Saringan
Pemerah susu (Strainer)
Untuk mayaring susu
agar benar-benar bersih dari benda asing yang terbawa pada pemerahan. Saringan
disini terdapat berupa lap bersih dan halus.
3. Timbang
Timbangan digunakan
untuk mengetahui jumlah liter susu yang dihasilkan masing-masing sapi perah.
4. Perlengkapan
Kebersihan
Untuk menjaga
kenyamanan sapid an kebersihan kandang diperlukan peralatan yang tepat sehingga
kebersihannyabisa optimal. Perlengkapan yang dibutuhkan sapi perah untuk
memandikan sapi perah adalah diantaranya sikat, ember, slang air, dan sabun
detirjen, sementara itu untuk membuang kotoran diperlukan sapu lidi, sikat,
selang dan sekop.
5. Pakan
Salah satu faktor
yang menentukam keberhasilan usaha peternakan sapi perah adalah kecukupan
kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Fungsi pakan dalam usaha peternkan
sapi perah adalah sangat vital dalam menunjang kelansungan, pertumbuhan,
produksi, reproduksi, dan kesehatan ternak. Jenis pakan yang diberikan pada
sapi perah di UPT ini adalah jeniis rumput gajah dan kosentrat berupa ampas
tahu.
6. Peralatan
Lainnya
Peraltan untuk
memperlancar usaha peternakan adalah antara lain mesin pencacah (chooper) namun
disini tampak tidak ada hanya sabit untuk mengambil rumput dan mencacah secara
manual dengan menggunakan tangan.
Selain
diatas masih ada beberapa peralatan yang belum disbutkan seperti mobil
pengangkut rumput, alat pengolahan susu, alat untuk IB dan tempat penyimpanan
semen beku. Untuk kedepannya tentu dibutuhkan alat-alat lain untuk memperlamcar
sarana dan prasarana dibidang peternakan sehingga hasil yang akan dicapai dapat
lebih dioptimalkan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil
magang di UPT Balai Pembibitan Peternakan Dinas Peternakan Kabupaten Kampar
Selama 45 hari didapatkan hasil sebagai berikut.
3.1 Bangsa
Sapi Perah
Salah satu
jenis sapi perah adalah sapi FH (Friessian
Holand). Sapi perah ini merupakan jenis sapi yang dipelihara di Unit
Pelaksanaan Tugas Daerah (UPT) Balai Pembibitan dan Pelatihan Ternak Ruminansia
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Kampar. Sapi FH pada awalnya
tidak diseleksi kearah kemampuan untuk merumput sehingga sukar beradaptasi
dengan padang rumput yang kualitasnya jelek. Seleksi terhadap jenis sapi ini
hanya ditujukan kearah jumlah produksi susu.
Gambar 5. Sapi perah yang dipelihara di UPT Dinas Peternakan
Kabupaten Kampar
Sapi Fh
yang dipelihara di UPT ini memiliki warna belang-belang hitam dan putih, dengan
bagian kaki dan ujung ekor yang berwarna putih. Kepala panjang, sempit dan
lurus. Tanduknya relatif pendek dan melengkung kearah depan, akan tetapi bobot
badan yang dimiliki masih dibawah normal yaitu hanya mencapai 420 kg pada induk
betina, dan 436 kg pada pejantan begitu juga produksi susu masih dibawah normal
hal ini disebabkan kurangnya ransum yang
diberikan kepada sapi.
3.2 Pemeliharaan
Sapi Perah Serta Produksi dan Pengolahan di UPT Kampar
Pemeliharaan sapi perah di UPT ini
dilakukan secara intensif (dikandangkan),ternak sapi yang dipelihara di UPT
Kabupaten Kampar tidak dipelihara dibiarkan merumput di padang rumput yang
disediakan, akan tetapi sapi-sapi tersebut dikandangkan yang dibuat dalam bentuk
los yang memanjang dan dan diberi pembatas yang berukuran 2.5 x3 m satu
petaknya terdiri dari 2 ekor sapi dengan pakan dan minum disediakan pada
tempatnya. Pakan diberikan 2 kali sehari yaitu pada pagi hari dan siang hari.
Setiap pemberian pakan selalu diselingi yaitu pemberian kosentrat terlebi
dahulu baru setelah itu di berikan pakan hijauan berupa rumput gajah yang
ditanam dilingkungan UPT maupun rumput atau leguminosa yang berasal dari luar.
Untuk menjaga kesehatan ternak, kandang ternak harus selalu dibersihkan,
sehinnga tidak ada bibit penyakit yang berada pada fese maupun urine ternak
yang terkontaminasi dengan ternak itu sendiri maupun hasil pemerahan susu.
Hal
diatas kurang baik untuk diterapkan di UPT ini karena sebaiknya sapi dibiarkan
merumput atau digembalakan sesaat setelah pemerahan, hal ini bertujuan sebagai
penggerak badan bagi sapi.
Sapi
betina yang laktasi perlu dirawat secara teratur. Pemberian pakan dan pemerahan
susu harus dijadwalkan dengan baik. Hal ini penting dilakukan karena perawatan
yang tidak teratur dapat mengurangi produksi susu. Oleh karena itu di UPT ini
sapi yang sedang laktasi dan sebelum diperah sapi dimandikan dan disikat setiap
hari dal ini dilakukan agar sapi senantiasa sehat dan susu yang diperah tidak
tercemar mikroba yang dapat menimbulkan penyakit.
Susu
segar yang dihasilkan di UPT harus segera ditangani dengan cepat dan benar, hal
ini disebabkan oleh sifat susu segar yang sangat mudah terkontaminasi. Susu
segar yang dihasilkan di UPT ini masih diutamkan penggunaannya untuk pedet dan
juga sudah melakukan pengolahan menjadi minuman susu kemasan yang diberikan
untuk anak sekolah khususnya murid sekolah dasar program ini dihentikan pada
tahun 2012 dan UPT sekarang menjual susu kepada masyarakat dengan harga Rp
4000,00/liter
Produksi
susu pagi hari lebih tinggi dibandingkan produksi susu pada sore hari setiap
tingkat laktasi yang berbeda. Jumlah susu yang dihasilkan juga dipengaruhi oleh
jarak pemerahan, semakin panjang waktu pemerahan maka akan semakin banyak susu
yang dihasilkan. Jarak pemerahan sore ke pagi adalah 14 jam sedangkan jarak
pemerahan dari pagi ke sore 10 jam.
Faktor
yang mempengaruhi produksi susu dapat dilihat dari bangsa ternak (Breed), suhu
dilingkungan sekitar, dan jenis pakan yang diberikan. Pada UPT Kampar bangsa
sapi yang dipelihara adalah jenis FH. Menurut Animous (2006), sapi FH adalah
ternak sapi perah yang memiliki bentuk badan dan ambing besar dengan bobot
badan mencapai 570-730 kg untuk betina dan 900-1100 kg untuk jantan. Jenis sapi
ini bertempramen tenang dan jinak serta dapat memproduksi susu sebesar
5750-6250 kg/th sehingga termasuk sebagai jenis sapi yang unggul dan sangat
cocok dipelihara untuk ternak penghasil susu.
Diperkirakan
suhu lingkungan di UPT Kampar berkisar antara 25 0C – 27 0C
lebih tinggi dibandingkan suhu normal tubuh, berkembang dan berproduksi untuk
sapi perah karena sapi perah biasanya hidup atau tumbuh pada daerah yang sejuk
atau dingin dengan suhu dilingkungan berkisar 18 0C - 21 0C.
3.3 Manajemen
pemeliharaan
1.
Manajemen
pemeliharaan pedet
Berdasarkan hasil magang di UPT Kabupaten Kampar manajemen
pemeliharaan pedet meliputi pemberian susu dari induknya dimana pedet tidak
menyusu secara langsung pada induknya, tetapi diberi susu dengan menggunakan
ember susu. Pedet yang ada saat magang belum mengalami lepas sapih. Menurut
Muljana (1985) masa lepas sapih berarti sapi sudah tidak mendapatkan susu lagi
dari induk sehingga untuk memenuhi kebutuhannya dibutuhkan pakan yang dapat
menggantikan kebutuhan akan susu tersebut. Ensminger (1992) menambahkan bahwa lepas sapih pedet
sekitar antara 2-3 bulan sedangkan pemisahan pedet bisa dilakukan satu minggu
pertama tetapi pedet tetap diberi susu sesuai dengan kebutuhan pedet.
2.
Manajemen
pemeliharaan sapi dara
Berdasarkan hasil magang bahwa
sistem pemberian pakan pada sapi dara sama dengan dengan sapi yang lain namun
kapasitas yang berbeda yaitu lebih banyak konsentrat untuk tujuan masa siap
dikawinkan atau bunting awal. Pemberian pakan pada sapi dara akan sangat
mempengaruhi perkembangan sapi dara, baik perkembangan bagian tubuhnya maupun
alat reproduksinya. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Ensminger (1992) yang menytakan bahwa sapi dara adalah
sapi pada masa antara lepas sapih sampai laktasi pertama kali yaitu berkisar
antara umur 12 minggu sampai dengan 2 tahun. Siregar (1998) menambahkan bahwa pada masa lepas
sapih, berarti sapi sudah tidak mendapatkan susu lagi dari induk sehingga untuk
memenuhi kebutuhannya dibutuhkan pakan yang dapat menggantikan kebutuhan akan
susu tersebut. Jadi, pada perawatan sapi dara lebih diutamakan pada pemberian
pakan yang tepat yang nantinya dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan
yang optimal.
3. Manajemen pemeliharaan sapi laktasi
Ternak sapi yang dipelihara di UPT
Kabupaten Kampar tidak dibiarkan merumput di padang rumput yang disediakan,
akan tetapi sapi-sapi tersebut dikandangkan yang dibuat dalam bentuk los yang
memanjang dan diberi pembatas yang berukuran 1.5 x 3 m satu petaknya terdiri
dari 1 ekor sapi dengan pakan dan minum yang disediakan pada tempatnya, biasa
juga sistem ini disebut dengan intensif. Sedangkan kandang untuk induk
berbentuk petakan yang terdiri dari 2 ekor sapi dalam satu petak dengan pakan
dan minum yang disediakan.
Gambar 6. Kandang induk yang sedang laktasi
Berdasarkan hasil magang bahwa pemeliharaan
sapi laktasi meliputi pemberian pakan dan air minum, pencatatan produksi susu,
pembersihan badan khususnya ambing. Pemberian
pakan pada sapi laktasi lebih banyak pemberian rumput dibandingkan konsentrat,
untuk tujuan produksi susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Soedono dan
Sutardi (2003) menyatakan bahwa pakan diperlukan oleh sapi laktasi untuk
kebutuhan hidup pokok dan produksi susu, pakan yang diberikan berupa hijauan
dan konsentrat. Sindorejo
(1960) menambahkan untuk sapi perah yang laktasi pemberian pakan antara konsentrat
dibandingkan hijauan lebih banyak karena untuk menunjang produksi susu.
4. Manajemen pakan
Berdasarkan hasil magang pakan yang diberikan rumput gajah dan konsentrat berupa ampas tahu. Rumput gajah diberikan dua kali sehari setelah
pemerahan pagi dan sore dengan rumput yang sudah dicopper antara 5-10 cm. kosentrat yang diberikan untuk satu ekor
sapi sebanyak 25 kg setiap satu kali pemberian, setelah kosentrat habis lalu
baru diberikan hijauan setiap satu ekor sapi diberikan hijauan sebanyak 10-12
kg per ekor. Menurut Soedono dan Sutardi (2003), bahwa untuk mendapatkan pakan
sapi perah yang berkoefisien cerna
tinggi dan murah harganya, maka pakan
yang diberikan sebanyak-banyaknya 60% dari hijauan untuk menyediakan serat
kasar bagi ternak atau untuk produksi energi dan 40% dari konsentrat untuk
meningkatkan palatabilitas pakan dan untuk memaksimalkan kerja mikroba rumen.
Konsentrat juga diberikan dua kali sehari. Menurut Blakely dan Bade (1994), fungsi
utama dari pemberian konsentrat adalah mensuplai energi tambahan yang
diperlukan untuk produksi susu secara maksimum dan mengatur atau menyesuaikan
tingkat protein suatu ransum tertentu.
Pemberian minum secara ad libitum. Hal ini sesuai
dengan pendapat Blakely dan Bade (1994) bahwa pada pemeliharaan sapi perah, air
minum harus selalu tersedia karena air mempunyai fungsi yang sangat vital.
Fungsi dari air untuk sapi perah adalah sebagai zat pelarut dan pengangkut zat
pakan, membantu proses pencernaan, penyerapan dan pembuangan hasil metabolisme,
memperlancar reaksi kimia dalam tubuh, pengatur suhu tubuh dan membantu
kelancaran kerja syaraf panca indera.
3.4 Manajemen pemerahan
a)Pra pemerahan
Persiapan pemerahan yang dilakukan meliputi memandikan sapi
perah, penyiapan alat-alat pemerahan dan pembersihan kandang. Pembersihan kandang dilakukan dengan menyiram
lantai kandang, pembuangan kotoran dengan menyemprotkan air sehingga lantai
kandang menjadi bersih. Pembersihan kandang merupakan salah satu langkah yang dilakukan
untuk menjaga kualitas susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Soedono dan Sutardi
(2003) yang menyatakan bahwa pembersihan kandang bertujuan untuk menghilangkan
kotoran yang dapat menyebabkan terkontaminasinya susu oleh bakteri dan akan
mempengaruhi susu dimana kotoran tersebut dapat menimbulkan bau yang bisa
terserap oleh susu bahwa sebelum pemerahan dimulai kandang sapi harus bebas
dari kotoran, hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas susu bahwa daerah di
sekitar pemerahan harus bersih dan bebas dari bau sebelum sapi tersebut
diperah. Memandikan sapi dilakukan satu kali sehari karena sapi harus selalu
bersih setiap kali akan diperah, terutama bagian daerah lipatan paha sampai
belakang tubuh sapi dan sebaiknya sapi-sapi perah dimandikan sekurang-kurangnya
satu kali sehari. Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1985), cara pemandian sapi
yaitu dengan menyiram tubuh sapi dengan menggunakan air bersih yang dialirkan dari selang kemudian
digosok dengan sikat untuk menghilangkan kotoran dan rambut rontok yang
menempel.
b) Proses pemerahan
Selama magang, pemerahan dilakukan 2 kali sehari yaitu pagi hari pada
pukul 03.00 WIB dan sore hari pukul 15.00 WIB . Pemerahan
dilakukan dengan menggunakan tangan. Pemerahan dengan tangan dilakukan dengan
metode strippen. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sindoredjo (1960) yang menyatakan bahwa pemerahan dengan tangan
dapat dilakukan dengan 3 cara pemerahan yaitu Whole hand, Strippen
dan Knivelen.
c)Pasca pemerahan
Penanganan setelah pemerahan pada ambing dan puting kami
lakukan dengan air hangat agar sisa-sisa
susu yang ada pada ambing dan punting hilang. Hal ini apabila tidak dilakukan
dapat menjadi media berkembangnya bakteri pada ambing dan punting. Hal ini
sesuai dengan pendapat Syarief dan Sumoprastowo (1985) yang menyatakan bahwa
sesudah selesai diperah puting dicelupkan pada larutan sanitasi untuk
menghindari penyakit mastitis. Susu yang telah diperah disaring dan dibawa ke
kamar susu. Hal ini sesuai dengan pendapat Siregar (1998) yang menyatakan
bahwa, penanganan susu yang biasa dilakukan adalah penyaringan susu yang
bertujuan untuk mendapatkan susu yang terbebas dari kotoran.
3.5 Manajemen perkandangan
·
Lokasi
Berdasarkan hasil magang di UPT Kabupaten
Kampar yang memiliki suhu yang optimal untuk pemeliharaan sapi FH, yaitu 26oC. UPT terletak sekitar perkebunan karet dan deket dengan
pemukiman penduduk. Hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat Girisonta (1995)
yang menyatakan bahwa lokasi kandang sapi perah yang bagus yaitu sekitar 1-2
kilometer dari permukiman penduduk atau tempat keramaian hal ini bertujuan
untuk menghindari bau yang tidak sedap yang membuat tidak nyaman, agar sapi
tidak stress sehingga produksi susu tetap bagus, diusahakan lokasi kandang
dengan sumber air dekat agar mudah dalam proses sanitasi, mandikan sapi dan
lokasi kandang mudah dijangkau sehingga dalam proses pengiriman susu dan pakan tidak
mengalami hambatan.
Abidin (2002) menambahkan bahwa suhu yang optimal untuk pemeliharaan sapi FH
adalah 10 – 27oC.
·
Konstruksi
kandang
Berdasarkan hasil kegiatan magang.
Manajemen Ternak Perah di UPT, diperoleh hasil bahwa kandang dengan tipe
terbuka yang memiliki dinding dari semen, lantai terbuat dari semen dan atap
dari seng. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Siregar (1998) yang menyatakan
bahwa atap kandang
bisa dibuat dari genteng, seng, asbes, daun kelapa ataupun dari bahan lain. Syarief dan
Sumoprastowo (1984) menambahkan bahwa bahan-bahan yang bisa digunakan sebagai dinding adalah
anyaman bambu, papan atau bata, ketinggian dinding sebaiknya diperhatikan,
yaitu harus setinggi atau lebih tinggi dari tubuh ternak sapi (kurang lebih 2
m), karena berhubungan dengan pengaturan ventilasi dan masuknya sinar matahari
sehingga tidak terhalang oleh dinding, tinggi kandang dari lantai sekitar
125-150 cm. Darmono (1993) menyatakan bahwa lantai kandang sebaiknya dibuat
dari bahan yang cukup keras dan tidak licin untuk dapat menjaga kebersihan dan
kesehatan kandang.
·
Tipe
kandang
Berdasarkan hasil magang, kandang sapi menggunakan sistem
kandang setengah terbuka dan dibuat dua baris sejajar dengan gang di tengah.. Bentuk ini pandangannya luas dan
terbuka, mudah dalam pengawasan. Hal ini sesuai dengan pendapat Syarief dan Sumoprestowo (1990)
bahwa kandang dengan sistem gang
ditengah akan
memberikan ketenangan ternak yang tinggal di dalamnya, tidak mudah terganggu
oleh ternak yang lain atau oleh petugas yang sedang melakukan pekerjaan. Luas
kandang total
adalah 888
m2, yang terdiri dari panjang 19 m dan lebar 12 m. Tempat pakan dan tempat minum memiliki
panjang 15,3 m, lebar 80 cm, dan
tinggi tinggi 1 m. Kandang sapi memiliki memiliki
palung pakan sehingga memudahkan sapi mengambil pakannya dan memberikan
kemudahan pekerja dalam membersihkannya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat
Siregar (1998), bahwa tempat pakan sebaiknya dibuat berupa palung agar
memperudah ternak mengambil makanannnya dan mudah dibersihkan. .
Selokan kandang sudah sesuai dengan
ketentuan dan menuju ke tempat pembuangan limbah secara lancar dengan kedalaman
awal (hulu) 20 cm dan kedalaman akhir (hilir) 15 cm, dan memiliki lebar 30 cm.
Keadaan selokan seperti tersebut, maka kotoran akan lancar sampai ke tempat
pembuangan akhir dan jika kotoran dalam bentuk padat yang memerlukan bantuan
sekop untuk mengalirkannya, maka akan mudah, karena lebar sudah sesuai dengan
lebar sekop. Hal ini sesuai dengan
pendapat Syarief dan Sumoprastowo (1990), bahwa selokan harus lancar sampai ke
pembuangan akhir.
·
Sanitasi
dan penanganan limbah
Berdasarkan
hasil magang, sanitasi dilakukan pada pagi dan sore hari sebelum proses
pemerahan berlangsung. Sanitasi dilakukan dengan tujuan untuk menjaga
kebersihan sapi dan wilayah perkandangan agar terhindar dari penyakit yang
dapat membahayakan ternak. Sehingga diperlukan saluran untuk pembuangan limbah,
agar kebersihan kandang tetap terjaga. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Soedono dan Sutardi (2003) yang menyatakan bahwa beberapa hal
yang perlu dilakukan untuk pencegahan penyakit antara lain karantina ternak
yang sakit, vaksinasi, penjagaan kebersihan kandang dan peralatan, drainase
yang lancar serta lantai yang tidak dingin dan tidak lembab. Syarief dan Bagus (2011)
menambahkan bahwa kandang yang baik
harus memiliki saluran pembuangan limbah atau feses sapi. Saluran pembuangan
limbah yang ideal adalah dengan lebar 30 cm, yang berfungsi yntuk mengalirkan
kotoran sapi ke saluran biogas (bila di peternakan terdapat instalasi biogas)
atau ke saluran penampungan kotoran untuk dijual sebagai pupuk kandang. Di UPT
ini pengolahan limbah sudah dilakukan dengan memisahkan antara limbah cair dan
limbah padat, dimana limbah cair dalam bentuk urine bisa digunakan untuk pupuk
kandang, dan limbah padat bisa digunakan sebagai pupuk kompos, sedangkan limbah
padat lainnya digunakan untuk pupuk tanaman budidaya yang ditanam di kebun UPT.
Limabah yang sudah jadi tersebut dijual kepada para petani disekitar UPT
khusunya para petani sawit dan sayuran.
3.4 Manajemen Reproduksi
Manajemen reproduksi diarahkan
kepada upaya mengawinkan sapi yang birahi dengan pejantan yang unggul atau
dengan inseminasi buatan. Reproduksi sapi perah erat kaitan nya dengan dengan
produksi susu yang dihasilkan karena sapi yang melahirkan akan menghasilkan susu yang maksimal. Keterlambatan mengawinkan akan
merugikan peternak karena birahi sapi hanya sekali dalam. satu bulan, oeh karena itu peternak harus selalu
memperhatikan dan memantau birahi sapi.
Sapi perah betina dewasa kelamin
pada umur 15-18 bilan, biasanya sapi dara dikawinkan pertama pada umur 18
bulan, dan batas tertinggi sapi induk dapat dikawinkan adalah umur 10-12 tahun.
Sedangkan sapi perah jantan mulai dipakai sebagai pemacek pada umur 18 bulan,
dan biasanya pada umur 2 tahun, sapi tersebut menjadi pemacek yang handal.
Kekuatan dan kapasitas hasil perkawinan
yang baik pada umur 5-7 tahun. Sesudah pejantan berumur 3-4 tahu, pejantan
tersebut dapat dipakai 4 kali dalam
seminggu sebagai pemacek, setelah lebih dari dua minggu diistirahat.kan 10-14
hari dan selanjutnya dipergunnakan lagi.
Jika sapi telah dikawinkan dan
bunting maka yang perlu diperhatikan adalah ransum yang diberikan. Ransum untuk
sapi bunting lebih tinggi proteinnya dibadingkan dengan ransum sapi dara untuk
memenuhi kebutuhan fetusdan produksi
air susu.
Lama bunting sapi rata-rata 285 hari,
biasanya dipengaruhi iklim, makanan, perawatan, dan bangsa sapi. Induk yang
akan melahirkan, sebaiknya peternak harus menyediakan lingkungan yang higienis,
bersih, nyaman, dan tenang sehingga kelahiran dapat lancer dan terhindar
infeksi.
Kandang sebaiknya dalam keadaan
kering, bersih dan hangat. Ukuran kandang lebar , supaya induk dapat bergerak
dengan bebas, menjauhkan dari segala gangguan yang mengejutkan, memandikan dan
membersikan induk dengan larutan pembersih hama yang sifatnya ringan, untuk menghindari organism penyebab scours yang dapat mengancam keselamatan
pedet.
Hal yang perlu diprhatikan saat sapi
melahirkan adalah kemungkinan distokia (kesuitann dalam melahirkan). Hal ini
biasanya dialami pada sapi-sapi berkuran besar, selalu dikurung atau tidak pernah
lepas, sapi yang terlalu tua, masa kebuntingan yang terlalu lama, kelahiran kembar,
infeksi uterus, kematian fetus dan kekurangan gizi (AAK,2005).
Berdasarkan hasil magang, manajemen
perkawinan di UPT tersebut
menggunakan sistem Inseminasi Buatan (IB), hal ini dilakukan karena lebih
efisien, karena dengan IB akan menghemat waktu perkawinan dan service per conception atau jumlah perkawinan hingga
memperoleh kebuntingan pada sapi akan lebih rendah. Tetapi, berhasil atau
tidaknya suatu IB dipengaruhi oleh pakan, inseminator dan sperma yang
digunakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Girisonta (1995) yang menyatakan
bahwa Perkawinan secara buatan atau IB maka yang berpengaruh
untuk keberhasilan proses perkawinan yaitu inseminator, sperma, pakan dan
kondisi ternak diusahakan dalam kondisi benar-benar dalam kondisi berahi.
3.5 Recording
Berdasarkan magang, diperoleh hasil bahwa pencatatan status
ternak dilakukan dengan menggunakan pemberian tanda pada telinga (eartag) dan pencatatan lainnya yaitu :
catatatan produksi susu, catatan kesehatan ternak, catatan reproduksi dan
perkawinan ternak, dan catatan ransum dan perubahan ransum yang selanjutnya
disimpan dalam kartu ternak. Hal ini sesuai dengan pendapat Ensminger (1992)
yang menyatakan, recording melalui pengafkiran dan program seleksi agar dapat
menghilangkan faktor genetik yang buruk dan mengacu pada genetik yang lebih
superior, pencatatan susu dan lemak juga merupakan salah satu kunci kepada
pemberian pakan sapi perah. Ditambahkan oleh Syarief dan Sumoprastowo (1985),
pencatatan tidak lepas dari salah satu pelaksanaan pemberian tanda pengenal
ternak berupa; nomor telinga, tanduk, tato, cap bakar, kalung bernomor dan
sebagainya.
3.6 Penanganan
Penyakit
Penyakit yang sering dialami ternak
di UPT Kampar yaitu yaitu Mastitis, neomonia, dan kutu gajah. Penyakit mastitis
yaitu desebabkan oleh bakteri penanganan yang dilakukan pihak UPT yaitu
menyuntikkan antibiotic pada ambing sapi perah. Penyakit pneomonia sering juga disebut
dengan radang paru-paru, biasanya pernapasan ternak terganggu, pengobatannya
berupa antibiotik. Sedangkan penyakit kutu gajah ini disebabkan kurangnya
kebersihan sehinnga caplak berkembang, penanganan terhadap penyakit kutu gajah
yaitu penyemprotan, biasanya obat yang
digunakan berupa obat caplak, deterjen dan dicampur dengan kapur. Biasanya
dalam 3- 4 hari kutu gaja yang ada pada sapi mulai menghilang.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Manajemen pemeliharaan meliputi
pemeliharaan sapi laktasi, bunting dan pedet. Pakan sapi perah meliputi rumput
dan konsentrat dengan pemberian 2 kali sehari. Pakan yang diberikan telah
mencukupi kebutuhan ternak untuk hidup pokok dan untuk produksi susu. Frekuensi
pemerahan dilakukan dua
kali sehari pada pukul 07.00 WIB dan 15.00 WIB. Manajemen perkandangan yang ada
juga memudahkan pekerja dalam memberikan pakan dan minum untuk ternak, serta
dalam melakukan proses sanitasi. Kandang yang digunakan belum dapat dikatakan
sesuai untuk pemeliharaan ternak perah, karena lokasinya sudah baik, dekat
dengan sumber air namun dekat dari pemukiman penduduk.
5.2. SARAN
Sebaiknya kebersihan kandang harus ditingkatkan untuk mencegah berkembang biaknya
penyakit. Manjemen pakan juga harus diperhatikan agar bobot badan sapi bertambah dengan pakan yang tidak berlebihan sehingga dapat membantu
meningkatkan produksi susu sapi.
DAFTAR
PUSTAKA
Abidin,
Z. 2002. Penggemukan Sapi. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Blakely, J dan
Bade, D. H. 1994. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
(Diterjemahkan oleh B. Srigandono).
Murtidjo, A. 2006. Beternak Sapi
Potong. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Prihadi. 1996.
Tata Laksana dan Produksi Sapi Perah. Fakultas Peternakan Universitas Wangsa Manggala. Yogyakarta.
Sindoeredjo, S. 1960. Pedoman
Perusahaan Pemerahan Susu. Direktorat Pengembangan Produksi. Direktorat Jendral
Peternakan, Jakarta.
Siregar, S. 1998. Sapi Perah, Jenis,
Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soedono, A. dan
Sutardi. 2003. Pedoman Beternak Sapi Perah. Direktorat Jendral Peternakan
Departemen Pertanian, Jakarta
Sugeng, Y. B. 2007. Sapi Potong. Penerbit Swadaya, Jakarta.
Sutardi, T. 2003.
Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Syarief, M. Z dan C.D.A.
Sumoprastowo. 1985. Ternak Perah. Yasaguna, Jakarta.
Syarief, E. K. dan Bagus H. 2011.
Buku Pintar Beternak dan Bisnis Sapi Perah. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Untung, O. 1996. Membuat Kandang
yang Sehat. Puspaswara. Jakarta.
Williamson, G.
dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan oleh S.G.N. Djiwa Darmadja).
kritik dan saran yang membangun dipersilahkan.
BalasHapus